Sabtu, 18 Agustus 2018

Vidio: SUMMARA Jakarta, Demo Kementerian KLHK terkait Privatisasi Kawasan TNK



Suara Mahasiswa Manggarai Raya (SUMMARA)


STOP TIPU DAYA DAN DAYA TIPU ATAS NAMA PEMBANGUNAN
PARIWISATA DAN KONSERVASI DALAM KAWASAN

TAMAN NASIONAL KOMODO (TNK)

JKT-SUMMARA, Indonesia memiliki 54 Taman
Nasional dengan luas ±16,2 juta Ha yang memiliki keindahan alam, sekaligus
sebagai habitat berbagai ragam satwa liar yang dilindungi. Dalam agenda
pengembangan wisata alam di Taman Nasional diperlukan infrastruktur pendukung
lainnya untuk tiga standar minimal utama yakni : Keamanan (safety), Kenyamanan
(Amenity) dan Kepuasan. Sebagai salah satu Taman Nasional di Indonesia, Taman
Nasional Komodo harus pula memenuhi tiga standar minimal itu dalam upaya
pengembangan wisata alam.

TNK memiliki luas 173.300 Ha yang meliputi wilayah perairan seluas 132.572 Ha
(76%), wilayah daratan seluas 40.728 Ha (24%). Pada wilayah daratan, 70%
merupakan ekosistem savana dan habitat Komodo. Terdiri dari 146 Pulau dengan 8
(Delapan) pulau terfavorit kunjungan wisatawan yaitu: Pulau Padar, Pulau
Komodo, Pulau Rinca, Pulau Gili Lawa Daratan, Pulau Gili Lawa Lautan, Pulau
Kambing, Pulau Kalong, dan Pink Beace di Pulau Komodo.

Kawasan Taman Nasional ini dikelola oleh Balai Taman Nasional Komodo (BTNK)
dengan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola sebayak 64 Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan 66 Tenaga Kontrak. Pada Tahun 2017 TNK dikunjung oleh oleh
123.000 orang atau rata-rata kunjungan 10.250 orang/bulan dan atau 336
ohrang/hari diamana 95% adalah wisatawan mancanegara. Oleh karena itu, TNK
menjadi penggerak ekonomi dan pembangunan wilayah di Kabupaten Manggarai Barat
(Mabar).

Selain modal Sumber Daya Manusia, ragam kebijakan pun terbit. Perihal ini tidak
hanya diniatkan untuk keberlanjutan konservasi tetapi juga untuk mendorong
peningkatan pendapan negara. Salah satu kebijakan strategis di antaranya adalah
Diterbitkannya
Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA)
atau
izin usaha yang diberikan untuk mengusahakan kegiatan
pariwisata alam di areal suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan
taman wisata alam.

Proses perizinan ini  diatur dalam 
Peraturan
Pemerintah No.36/2010
 dan Peraturan Menteri Kehutanan
No.48/Menhut-II/2010
 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Alam, serta 
Peraturan Menteri Kehutanan
No.4/Menhhut-II/2012
 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 48/Menhut-II/2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Alam.


Menjawab amanat regulasi di atas,
pada saat ini TNK
kemudian dapat diakses oleh pihak swasta, yakni PT. Segara Komodo Lestari (SKL)
di Pulau Rinca dan PT. Komodo Wildlife Ecoturism (KWE) di Pulau Komodo dan
Pulau Padar.

PT. SKL diberikan IUPSWA di Pulau Rinca, berdasarkan Keputusan Kepala BKPM
Nomor 7/1/IUPSWA/PMDN/2015 tanggal 17 Desember 2015 seluas 22,1 Ha dari luas
Pulau Rinca 20.721,09 Ha.

Sementara PT. KWE diberikan IUPSWA di Pulau Komodo dan Pulau Padar, berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.796/Menhut-II/2014 tanggal 23 September
2014 seluas 426,07 Ha. Yang terdiri atas 274,13 Ha. Yang terdiri atas 274,13 Ha
atau 19,6% dari luas Pulau Padar (1.400,4 Ha) dan 151,94 Ha atau 0,5% dari luas
Pulau Komodo (32.169,2 Ha).

Namun demikian, kami atas
nama “Front Perjuangan Masyarakat Peduli Komodo (SUMMARA)”  dengan tegas menolak kehadiran pihak swasta
dalam kawasan TNK. Bahkan mengutuk keras kehadiran pihak investor karena
hal-hal sebagai berikut:

Pertama, pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Sarana Wisata Alam
(IUPSWA) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada PT. SKL
di Pulau Rinca dan PT. KWE di Pulau Komodo adalah kebijakan yang mencederai
prinsip konservasi yang berkelanjutan. Karena pembangunan sarana fisik apa pun
dalam ruang konservasi TNK akan mempengaruhi dan bahkan mengganggu habitat asli
satwa langka Komodo dan ekositem alamiahnya Oleh karena itu kami menolak
realisasi proyek usaha sarana wisata alam PT. SKL di Pulau Rinca dan PT. KWE
di  Pulau Padar dan Komodo.

Kedua, dari sisi ekonomi, bahwa pembangunan sentra bisnis
dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) oleh pemodal tidak berdampak
signifikan pada peningkatan perekonomian masyarakat setempat. Alih-alih
memperhatikan masyarakat setempat dalam proses pembangunan, justru yang dapat
terjadi adalah peminggiran terhadap sumber hidup dan penghidupan masyarakat
dalam kawasan. Karena yang akan dilakukan pemodal adalah mengakumulasi modal
dan pencaplokan sumber daya publik.

Ketiga,
kami menuntut pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutakan (KLHK)  untuk segera mencabut
semua izin usaha yang sudah dikeluarkan dan menghentikan segala bentuk
pembangunan fisik dalam kawasan TNK. Sekaligus kami juga mendesak KLHK  melakukan mengaudit semua proses penerbitan
izin usaha tersebut.

Keempat, terhadap semua upaya protes terkait penyelamatan
Komodo dan Taman Nasional Komodo yang sementara ini luas dan masif terjadi harus
diterima dan dievaluasi oleh KLHK. KLHK tidak harus mengeluarkan pendapat yang
menyesatkan publik. Kami menilai bahwa KLHK sesat berfikir terkait komentar
yang menyatakan bahwa  para pendemo di
Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat yang melakukan aksi pada 6 Agustus lalu,
bukan warga lokal melainkan warga labuan bajo. Pernyataan ini membuktikan KLHK
tidak berpikir substansial, tetapi dangkal dan bahkan sesat. Oleh karenanya
kami meminta agar KLHK mengklarifikasi dan menyampaikan permintaan maaf secara
tertulis di media masa.

Kelima, sebagai salah satu dari massa gerakan aksi yang
menyebar luas, kami “Front Perjuangan Masyarakat Peduli Komodo (SUMMARA) menolak
segala praktek komersialisasi sumber daya publik di dalam kawasan TNK. Hentikan
semua tipu daya dan daya tipu pembangunan atas nama pariwisata dan konservasi
dalam Kawasan Taman Nasional Komodo. Hentikan semua upaya persengkokolan antara
penguasa dan pengusaha dalam merebut sumber daya publik, meminggirkan
masyarakat dan merusak ekositem alamiah kawasan di  TNK.

Atas dasar penolakan di atas
kami menuntut dan mendesak agar:
1.      Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  mencabut semua Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam yang diajukan swasta/pemodal/investor
di kaswasan TNK
2.      Menolak segala bentuk pembangunan infrastruktur wisata
pendukung yang dilakukan PT SKL dan PT KWE di TNK
3.      Mendesak kementrian LHK untuk segera mengevaluasi dan
mencopok Dirjen LHK dan Kepala BTNK

Demikian TRITUMA (tiga
tuntutan mahasiswa Manggarai Raya) ini kami sampaikan.

Jakarta, 15 Agustus 2018.

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search